Sudah lama saya belajar bahasa Madura. Tetapi baru setahun ini saya menyadari bahwa ada beberapa keunikan dalam bahasa Madura. Meskipun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa asal usul bahasa Madura berasal dari kawasan Jawa bagian timur (sekitar Situbondo, Bondowoso, separuh Probolinggo, separuh Jember dan utara Banyuwangi) yang di bawa oleh para pengungsi korban bencana merapi sekitar 4000 tahun yang lalu.
Belajar bahasa Madura ternyata susah-susah sulit. Apalagi ketika mencari kosakata yang didalamnya terdapat huruf W. Belum lagi pengucapannya atau pelafalannya sangat jauh dari teks aslinya. Bahkan ada satu kata yang tulisannya sama, tetapi ejaan dan maknanya berbeda. Seperti kata "Baja (baca : beje)" yang memiliki arti waktu, besi baja dan buaya. Tergantung ejaan atau pelafatannya.
Dan yang paling sulit adalah ketika mencari huruf W. Karena hampir seluruh kosakata, baik dalam bahasa Indonesia maupun Jawa akan berubah dari W menjadi B. Seperti kata Sawah menjadi Sabe, Perawan menjadi Praben, Kliwon menjadi Klebun, Wage menjadi Begih, Wonosari menjadi Benasare, Wayang menjadi Bejeng, Walang menjadi Beleng, Weddus menjadi Beddus, Bondowoso menjadi Bendebesa dan lain sebagainya.
Kecuali nama orang seperti nama Wawan yang kemudian tidak akan di baca Beben, Wahid tetap akan di baca Wahid, tidak akan di baca Behet dan Ruwaidah tidak di baca Rubeide. Atau juga nama benda atau makanan yang memang bukan asli bahasa Madura seperti Wortel, Rawon dan Sawi. Tidak akan di baca Bertel, Rabon dan Sabi. Atau juga seperti Kawasaki yang tetap akan di baca Kawasaki.
Begitulah cerita singkat tentang keunikan bahasa Madura di banding bahasa Jawa ataupun bahasa lainnya di Indonesia. Tentunya daerah yang lain akan memiliki keunikan-keunikan tersendiri. Keunikan itulah yang patut di syukuri sebagai sebuah kearifan lokal. Dengan gaya bahasa yang khas daerah masing-masing di bumi Nusantara ini menjadi cermin bahwa negara Indonesia adalah negara paling banyak memiliki bahasa daerah.
Komentar
Posting Komentar